Hendropriyono Berikan Alasan Tak Dukung Prabowo Pada Pilpres 2014 dan 2019

Dekannews | Sebelumnya Bicara Soal Pemenang Pilpres, Kini A.M. Hendropriyono  Temui Prabowo, Ada Apa?

Nama Hendropriyono semakin melegit setelah melakukan podcast di Close The Door bersama Deddy Corbuzier. Hendripriyono merupakan Mantan Kepala Badan Intelejen Nasional (BIN), pendapatnya belakangan ini sangat dipertimbangkan publik.

Belakangan ini ia mengungkapkan mengapa dirinya tidak mendukung Prabowo Subianto yang merupakan Presiden terpilih 2024-2029. Namun lebih tepatnya Hendropriyono tidak mendukung pada Pilpters 2014 dan Pilpres 2019 lalu.

Saat ungkapan tersebut dilontarkan, ia mengklaim bahwa dirinya tak memiliki masalah pribadi dengan Prabowo Subianto, hanya saja ia mempermasalahkan pendukung Prabowo, di mana ia menilai bahwa pendukungnya menggunakan politik identitas.

Melansir dari detikcom, ia mengatakan bahwa dirinya kontra dengan pendukung Prabowo bukan terhadap Prabowo pribadi.

“Dulu waktu kontra, sebenarnya bukan kontra sama Prabowo pribadi,” ucap Hendropriyono.

Hendropriyono mengaku bahwa dirinya sudah berbicara kepada Prabowo untuk menyatakan dukungan ke Joko Widodo pada saat itu. Namun, pada saat itu Prabowo sempat tidak terima dengan Keputusan Hendropriyono.

“Sempat (ngobrol dengan Prabowo), saya kan hubungan baik (dengan Prabowo) tapi saya tidak mau dia jadi presiden waktu itu,” ungkapnya.

Apa Itu Politik Identitas?

Politik identitas merupakan isyu yang sangat ramai pada Pilpres 2019 lalu, di mana salah satu kubu yakni kubu Prabowo Subianto menggunakannya untuk kepentingan kemenangan pada saat itu, namun dampak yang ditimbulkan cukup buruk.

Menurut Abdillah, politik identitas merupakan kegiatan politik berdasarkan identitas idividu baik dari etnis, ras, suku, hingga agama.

Tentu saja politik identitas memberikan dampak bagi negara, dampak yang ditimbulkan juga cukup serius karena dapat menyerang golongan tertentu yang menimbulkan diskriminasi hingga radikalisasi.

Jika politik identitas terus-menerus digunakan, bukan tidak mungkin akan menimbulkan perpecahan. Maka dari itu sudah menjadi tugas utama tokoh politik untuk menciptakan demokrasi yang sehat dan menciptakan para pemilih yang bijak dalam berperilaku maupun bertutur kata.

Secara umum, politik identitas didefinisikan sebagai praktik mobilisasi politik atas dasar identitas kelompok, seperti etnis, agama, ras, dan denominasi sosial-kultural lainnya. Di Indonesia sendiri, bentuk nyata dari politik identitas dapat ditinjau dari kasus pemekaran Gorontalo sebagai suatu provinsi baru, padahal awalnya daerah tersebut masuk ke bagian dari Provinsi Sulawesi Utara.

Begitu juga yang terjadi saat pembentukan Provinsi Sulawesi Barat yang mana sebelumnya adalah daerah bagian dari Probvinsi Sulawesi Selatan. Hal itu masuk ke dalam bentu teritorialisasi identitas yang terjadi di negara Indonesia dan belum pernah terjadi di tempat manapun.

Baik secara teritorialisasi identitas maupun berbasis agama, politik identitas tetap saja meresahkan bagi masyarakat mengancam kekuatan bangsa Indonesia khususnya dalam menjaga keutuhan negara Indonesia.

Tentunya segala bentuk wacana maupun praktiknya dalam politik identitas harus dicegah dan dilawan karena hal itu tentu bertentangan dengan nilai-nilai kesatuan dan toleransi yang terkandung di dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika dan dasar negara Pancasila. Nilai-nilai kesatuan dan keberagaman harus tetap terjaga dengan baik demi ketentraman anak cucu kita yang kelak meneruskan perjuangan sebagai warga negara Indonesia.

Itulah beberapa informasi yang dapat kami sampaikan seputar berita politik identitas yang diungkapkan oleh Hendropriyono. Mudah-mudahan informasi di atas dapat bermanfaat dan menambah wawasan kalian seputar dunia politik. Khususnya dalam memahami bahwa politik identitas bukanlah suatu hal yang baik dan bijak untuk digunakan dalam berkampanye, terimakasih.